Senin, 11 April 2016

Jual beli Valas? Hukumnya?
     

Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan peradaban membuat kita mengenal dunia ini lebih jauh. Kebutuhan yang awalnya dapat dipenuhi secara maksimal lambat laun menjadi susah tercukupi karena melonjaknya tingkat kebutuhan masyarakat yang tidak sebanding dengan sumber daya yang dimiliki. Manusia dikarunia akal dan pikiran untuk berpikir bagaimana cara memenuhi kebutuhan tersebut yang salahnya bekerja sama dengan negara lain untuk memproduksi atau memperoleh barang yang tidak ada dalam negaranya yang biasa disebut dengan “Perdagangan Internasional”. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai suatu hubungan kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh negara yang satu dengan negara lain yang berkaitan dengan barang dan jasa sehingga mampu membawa suatu kemakmuran bagi suatu negara.
            Apabila antara negara terjadi perdagangan international, maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya, importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang dari luar negeri. Untuk membayar barang-barang impor tersebut, si importir membutuhkan mata uang asing.
            Contohnya Indonesia bekerja sama dengan jepang, bila eksportir Indonesia menagih dalam bentuk rupiah, maka importir Jepang harus menjual yen dan membeli rupiah untuk membayar barang yang diimpor dari Indonesia. Kedua, bila eksportir Indonesia dibayar dengan mata uang yen, maka eksportir Indonesialah yang harus menukar yen itu kepada rupiah. Dengan demikian, akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Dapat juga terjadi bahwa transaksi antara dua negara diselesaikan dengan menggunakan mata uang negara ketiga, misalnya dollar.
Dalam ekonomi Islam, jual beli mata uang disebut dengan istilah ash-sharf­. Pada dasarnya, tukar menukar mata uang atau jual beli mata uang hukumnya jaiz (boleh) dengan syarat sebagai berikut :
1.      Apabila uang yang ditukar itu emas, maka harus memenuhi syarat; Pertama, sama beratnya atau sama timbangan. Kedua, penyerahan barangnya dilakukan pada waktu yang sama (naqdan/spot), demi untuk menghindar riba.
2.      Apabila mata uang yang ditukar itu emas dengan perak, atau kedua mata uang itu berbada jenisnya, maka dapat ditukarkan sesuai dengan market rate dan penyerahan barangnya harus dilakukan pada waktu yang sama.

Bagaimanakah jika valas yang diperjual-belikan itu bukan untuk sebagai alat pembayaran melaikan untuk memperoleh keuntungan semata atau spekulasi? Haramkah?
Sekali lagi ditegaskan bahwa pertukaran mata uang atau jual beli valas untu kebutuhan sektor riil, baik transaksi barang maupun jasa, hukumnya boleh (jaiz) menurut hukum Islam. Namun, bila motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, maka hukumnya haram.
Menurut ekonomi Islam, transaksi valas hanya dibenarkan apabila digunakan untuk kebutuhan sektor riel, seperti membeli barang untuk kebutuhan import, berbelanja atau membayar jada di luar negeri, sebagaimana yang dibutuhkan para jamaah haji, dan sebagainya. Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena padanya tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendir, bukan barang atau jasa.
Dampak Spekulasi Perdagangan Valas
a). Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat umum, malah kegiatan jual-beli valas cenderung mendorong jatuhnya nilai uang rupiah, karena para spekulan sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam.
b). Dampak lain transaksi maya dalam perekonomian ialah terjadinya ketidakseimbangan arus moneter dengan arus finansial. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.
c). Negara yang terkena dampak dari ulah para spekulan, bila tidak didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat dan sektor finansial yang tangguh, maka akan terjadi kehancuran ekonomi. Struktur ekonomi yang dibangun dalam waktu yang lama dan memakan biaya yang banyak tiba-tiba hancur dalam sekejab. Pengangguran dan kemiskinan menjadi meraja lela. Tentu saja keadaan tersebut berimbas terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya. Keadaan sosial politik menjadi tidak stabil, keamanan dan integrasi nasional sangat rawan. Sehingga akumulasi dari keadaan yang buruk tersebut akan menyebabkan negara menjadi lemah dan mudah diintervensi  pihak asing baik dari sisi politik, ekonomi maupun keamanan.
Kesimpulan, pada dasarnya jual beli valas dibolehkan, bila jual beli itu dimaksudkan untuk kebutuhan transaksi sektor riil (barang dan jasa), misalnya untuk membayar barang-barang yang diimport kepada eksportir luar negeri atau untuk berpergian dan belanja di luar negeri. Perdagangan valas untuk kepentingan spekulasi adalah haram, karena mengandung unsur riba dan maysir, serta menimbulkan dampak negatif (mudharat) bagi perekonomian masyarkat umum (maslahat ‘ammah). Kerena alasan-alasan itu, umat Islam harus menghindarinya. Spekulasi valas artinya, seseorang membeli uang asing hanya untuk memperoleh gain (selisih) harga beli dan harga jual. Seseorang spekulan membeli mata uang asing, misalnya dolar, ketika harganya turun dan melepaskannya ketika harga naik dan begitulah seterusnya.

Perlu ditegaskan kembali  bahwa dalam perdagangan valas, gain yang diperoleh adalah riba, karena gain itu bukan hasil kegiatan bisnis sektor barang atau jasa, tetapi hasil pertukaran mata uang semata. Perdagangan valas telah menjadikan uang sebagai komoditas dan kegiatan ini disebut dengan transaksi maya, karena dalam kegiatan bisnis ini terjadi perputaran arus uang dalam jumlah besar, tetapi tidak ada kegiatan sektor riilnya (baik barang dan jasa). Padahal menurut ekonomi Islam, fungsi uang tidak boleh sebagai komoditas  melainkan sebagai alat pembayaran yang sah.