Jual beli Valas? Hukumnya?
Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan
peradaban membuat kita mengenal dunia ini lebih jauh. Kebutuhan yang awalnya
dapat dipenuhi secara maksimal lambat laun menjadi susah tercukupi karena
melonjaknya tingkat kebutuhan masyarakat yang tidak sebanding dengan sumber
daya yang dimiliki. Manusia dikarunia akal dan pikiran untuk berpikir bagaimana
cara memenuhi kebutuhan tersebut yang salahnya bekerja sama dengan negara lain
untuk memproduksi atau memperoleh barang yang tidak ada dalam negaranya yang
biasa disebut dengan “Perdagangan Internasional”. Perdagangan internasional
dapat diartikan sebagai suatu hubungan kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh
negara yang satu dengan negara lain yang berkaitan dengan barang dan jasa
sehingga mampu membawa suatu kemakmuran bagi suatu negara.
Apabila
antara negara terjadi perdagangan international, maka tiap negara membutuhkan
valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut
devisa. Misalnya, importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang
dari luar negeri. Untuk membayar barang-barang impor tersebut, si importir
membutuhkan mata uang asing.
Contohnya
Indonesia bekerja sama dengan jepang, bila eksportir Indonesia menagih dalam
bentuk rupiah, maka importir Jepang harus menjual yen dan membeli rupiah untuk
membayar barang yang diimpor dari Indonesia. Kedua, bila eksportir Indonesia
dibayar dengan mata uang yen, maka eksportir Indonesialah yang harus menukar
yen itu kepada rupiah. Dengan demikian, akan timbul penawaran dan permintaan
devisa di bursa valuta asing. Dapat juga terjadi bahwa transaksi antara dua
negara diselesaikan dengan menggunakan mata uang negara ketiga, misalnya
dollar.
Dalam ekonomi Islam, jual beli mata uang
disebut dengan istilah ash-sharf. Pada dasarnya, tukar menukar mata uang atau
jual beli mata uang hukumnya jaiz (boleh) dengan syarat sebagai berikut :
1.
Apabila uang
yang ditukar itu emas, maka harus memenuhi syarat; Pertama, sama beratnya atau
sama timbangan. Kedua, penyerahan barangnya dilakukan pada waktu yang sama
(naqdan/spot), demi untuk menghindar riba.
2.
Apabila mata
uang yang ditukar itu emas dengan perak, atau kedua mata uang itu berbada
jenisnya, maka dapat ditukarkan sesuai dengan market rate dan penyerahan
barangnya harus dilakukan pada waktu yang sama.
Bagaimanakah jika valas yang
diperjual-belikan itu bukan untuk sebagai alat pembayaran melaikan untuk
memperoleh keuntungan semata atau spekulasi? Haramkah?
Sekali lagi ditegaskan bahwa pertukaran
mata uang atau jual beli valas untu kebutuhan sektor riil, baik transaksi
barang maupun jasa, hukumnya boleh (jaiz) menurut hukum Islam. Namun, bila
motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, maka
hukumnya haram.
Menurut ekonomi Islam, transaksi valas
hanya dibenarkan apabila digunakan untuk kebutuhan sektor riel, seperti membeli
barang untuk kebutuhan import, berbelanja atau membayar jada di luar negeri,
sebagaimana yang dibutuhkan para jamaah haji, dan sebagainya. Perdagangan valas
dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena padanya
tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang
diperjualbelikan adalah uang itu sendir, bukan barang atau jasa.
Dampak Spekulasi Perdagangan Valas
a). Perdagangan valas menimbulkan dampak
negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain menimbulkan ketidakstabilan
nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat
umum, malah kegiatan jual-beli valas cenderung mendorong jatuhnya nilai uang
rupiah, karena para spekulan sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata
uang suatu negara berfluktuasi secara tajam.
b). Dampak lain transaksi maya dalam
perekonomian ialah terjadinya ketidakseimbangan arus moneter dengan arus
finansial. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa
tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.
c). Negara yang terkena dampak dari ulah
para spekulan, bila tidak didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat dan
sektor finansial yang tangguh, maka akan terjadi kehancuran ekonomi. Struktur
ekonomi yang dibangun dalam waktu yang lama dan memakan biaya yang banyak
tiba-tiba hancur dalam sekejab. Pengangguran dan kemiskinan menjadi meraja
lela. Tentu saja keadaan tersebut berimbas terhadap bidang-bidang kehidupan
lainnya. Keadaan sosial politik menjadi tidak stabil, keamanan dan integrasi
nasional sangat rawan. Sehingga akumulasi dari keadaan yang buruk tersebut akan
menyebabkan negara menjadi lemah dan mudah diintervensi pihak asing baik dari sisi politik, ekonomi
maupun keamanan.
Kesimpulan, pada dasarnya jual beli
valas dibolehkan, bila jual beli itu dimaksudkan untuk kebutuhan transaksi
sektor riil (barang dan jasa), misalnya untuk membayar barang-barang yang
diimport kepada eksportir luar negeri atau untuk berpergian dan belanja di luar
negeri. Perdagangan valas untuk kepentingan spekulasi adalah haram, karena
mengandung unsur riba dan maysir, serta menimbulkan dampak negatif (mudharat)
bagi perekonomian masyarkat umum (maslahat ‘ammah). Kerena alasan-alasan itu,
umat Islam harus menghindarinya. Spekulasi valas artinya, seseorang membeli
uang asing hanya untuk memperoleh gain (selisih) harga beli dan harga jual.
Seseorang spekulan membeli mata uang asing, misalnya dolar, ketika harganya
turun dan melepaskannya ketika harga naik dan begitulah seterusnya.
Perlu ditegaskan kembali bahwa dalam perdagangan valas, gain yang
diperoleh adalah riba, karena gain itu bukan hasil kegiatan bisnis sektor barang
atau jasa, tetapi hasil pertukaran mata uang semata. Perdagangan valas telah
menjadikan uang sebagai komoditas dan kegiatan ini disebut dengan transaksi
maya, karena dalam kegiatan bisnis ini terjadi perputaran arus uang dalam
jumlah besar, tetapi tidak ada kegiatan sektor riilnya (baik barang dan jasa).
Padahal menurut ekonomi Islam, fungsi uang tidak boleh sebagai komoditas melainkan sebagai alat pembayaran yang sah.